Setahun lebih janji untuk main ke kantor teman di Xiaomi Indonesia, baru Februari kemarin akhirnya kami ketemuan, ngobrol, nggosip, dan berkenalan dengan smartphone “Made in Indonesia” pertama Xiaomi, Redmi 4A. Memberikan satu unit demo untuk diulas, Xiaomi mempersilakan saya untuk berbagi kesan dan pengalaman memakai Redmi 4A, sebebas-bebasnya. Kelebihan, kekurangan, positif, dan negatif. Setelah sebulan lebih memakai, ini kesan-kesan saya tentang smartphone Android berharga Rp 1,4 juta rupiah ini. Nggak ada waktu untuk baca tulisan panjang? Rangkuman kesan pribadi saya kira-kira begini.
Kelebihan:
- Spesifikasi dan penampilan bagus untuk harganya
- Baterai yang seperti tidak habis-habis
- MIUI 8 enak digunakan
- Ringan
Kekurangan:
- Kamera yang biasa saja
- Charging agak lama
- Punggung sepertinya mudah tergores
Seperti biasa, saya tidak ingin membahas angka dan spesifikasi teknis di sini, untuk yang membutuhkan informasi spec, dapat langsung klik di sini. Berikutnya, ini pengalaman saya.
Kesan Pertama: Penampilan Yang Mengecoh
“Eh, bagus ya.”, itu kalimat pertama saya waktu mengeluarkan handset dari box dan membolak-baliknya. Kejutan kecil, karena kalau melihat dari foto-foto di web, sama sekali nggak ada yang unik, menarik apalagi istimewa dari desainnya. Langkanya desain unik memang salah satu hal yang membuat saya belakangan kurang bersemangat dengan berita dunia per-smartphone’an. Di luar spesifikasi, rasanya semua terlihat sama, hanya persegi panjang dengan layar, kemudian ada merek A yang meniru merek B, dan merek C yang ‘terinspirasi’ merek D, dan seterusnya. Begitu pula halnya dengan Redmi 4A, tampak depan sangat umum, sisi belakangnya mengingatkan saya pada rancangan HTC, sudut lainnya mungkin iPhone, and so on. Penampilan muka Redmi 4A cukup generik dan bahannya biasa saja, tapi sisi-sisi lainnya, samping, punggung, tampak dan terasa mengesankan di genggaman.
Penampilan Redmi 4A bagi saya ‘mengecoh’, dalam arti bisa tampak lebih ‘mahal’ dari harganya, sementara bobotnya yang sangat ringan walau menyenangkan jadi tidak mengesankan produk yang kokoh. Tanpa membandingkan dengan yang lain, hape ini rasanya ‘seenteng angin’, dan ini bisa jadi hal positif maupun negatif. Di sisi baiknya, ia tidak akan membebani saku, sementara di sisi lain, saya sering jadi harus cek kantong untuk memastikan handset ini ada karena tidak terasa. Walau ringan, Redmi 4A tidak terasa kopong atau terlihat plastik, apalagi dengan kesan logam warna metalik punggungnya. Berharap dapat bodi metal di kelas harga ini? Ya enggak lah, namun bahan punggung Redmi 4A ini membawa saya ke satu hal lainnya.
Ini tip dari saya: sebaiknya segera berikan Redmi 4A mu casing, karena walaupun tampak kuat, sepertinya punggungnya retan tergores. Ini hal yang saya temukan secara tak sengaja dan cukup membuat ‘nyesek’, karena terjadi saat sedang senang-senangnya baru memakai hape ini. Nggak sengaja menaruh handset ini di saku bersama koin dan kunci mobil, saya menemukan dua baretan halus yang sebelumnya tidak ada. Memang bukan goresan dalam, dan tidak terlalu terlihat, tapi tetap saja disayangkan. Jadi, bagi yang berminat membeli Redmi 4A, saya sarankan langsung beli casing pelindung. Mungkin sekalian juga pasang screen protector kalau mau, toh nggak mahal. Keep it pretty.
Kesan Kedua: Batere Stamina Tinggi & Performa Andal
Walau hape ini bisa memakai 2 SIM card, saya hanya memakai satu slot dan yang satu lagi dipakai untuk memory card. Xiaomi Redmi 4A mengambil alih posisi hape ke dua saya, yang pemakaiannya tidak kalah dari hape utama. Fitur-fitur krusial semua ada di Redmi 4A, tak terlupakan IR blaster untuk menjadi remote control entah TV, AC dan lainnya. Hape ini datang di masa yang berat bagi saya, di mana mayoritas hari-hari dilalui menunggu orangtua yang diopname di rumah sakit dalam kondisi kritis. Dalam situasi itu, pemakaian smartphone jadi lebih aktif dari biasanya. Tanpa banyak yang bisa dilakukan saat jaga, media sosial, text messenger, streaming dan juga game jadi cara mengatasi stres juga kejenuhan. Sementara nomor utama saya bolak-balik harus dicharge dalam sehari, saya terkesan dengan stamina batere Xiaomi Redmi 4A ini yang seperti tidak habis-habis. Mestinya semua smartphone bisa begini, memudahkan sekali.
Dengan pola pemakaian yang sebanding dengan Galaxy S5 tua saya, Redmi 4A bertahan jauh lebih lama, dan pulang di tengah malam dalam kondisi yang belum harus dicharge. Itu kalau aktif, bagaimana kalau jadi hape backup yang lebih sering dalam posisi standby? Sampai dua hari pun Redmi 4A saya belum perlu ditancap ke charger. Penasaran, saya cari tahu soal kapasitas baterainya. Pantas saja, batere Redmi 4A lumayan besar untuk spesifikasinya. Satu saja yang perlu diperbaiki, pengisian ulang/charging batere Redmi 4A rasanya relatif lama.
Untuk Android kelas ini, spesifikasi teknis tidak akan muluk, namun untuk harganya tetap cukup baik. Tidak kurang. Contohnya, layar. Sudah lama terbiasa dengan layar Full HD 1080p, untuk turun ke sekedar HD lagi membuat saya ragu, tapi nyatanya resolusi 720p HD sudah sangat bagus untuk ukuran 5 inci Redmi 4A. Tidak sedikitpun saya merasa ada yang kurang tajam di tampilannya. Semua tampak tajam, crisp, kinclong. Sementara kita tahu di kisaran harga ini masih ada juga merek-merek yang belum memberi resolusi HD.
Sekedar supaya bisa membahas performa, saya sempat meng-install beberapa game. Aplikasi-aplikasi biasa seperti media sosial, messaging, navigasi dan lainnya sudah pasti berjalan mulus tanpa cegukan, tapi game lebih menuntut. Karena bukan gamer, saya mencoba beberapa game yang saya kira lumayan butuh tenaga. Biasanya, driving game perlu kemampuan grafis yang baik, dan saya mencoba Asphalt Nitro yang berjalan mulus pada setting maksimal. Sama halnya dengan game FIFA Mobile Football yang lancar tanpa hambatan. Dari beberapa game yang saya coba, adalah shooting game Sniper 3D Assassin yang mengalami sedikit cegukan di setting grafis tertingginya, itu pun hanya saat replay. Bukan masalah. Overall, bagi saya Xiaomi Redmi 4A sudah cukup untuk jadi alat hiburan/casual gaming yang menyenangkan.
Kesan Ke Tiga: Kamera Kurang Greget
Di kisaran harganya yang di Rp 1,4 juta, kemampuan kamera adalah sesuatu yang saya pasrahkan. Nggak ada ekspektasi. Dan pada akhirnya memang kamera Redmi 4A bagi saya sekedar cukup dan fungsional. Suatu hari, untuk melepas stres saya memutuskan untuk menepi dan mampir di sebuah taman di Jakarta Selatan, sekalian menjajal kamera belakang hape ini. Hari itu langit agak kelabu, namun cukup terang dan panas. Taman kecil itu ternyata cukup indah dan menyenangkan, saya memotret sana-sini, sampai dihampiri sekuriti. Hasilnya, sangat hambar. Kualitas foto 13 megapixelnya rasanya cukup saja, namun di mata saya warna-warnanya mati dan tidak menggugah, tidak membuat saya ingin memotret lebih banyak.
Untung, Xiaomi dengan MIUI nya tidak pelit memberi fitur dan setting kamera, dan yang belakangan saya temukan adalah dengan sedikit mengubah pengaturan ketajaman dan saturasi, Redmi 4A kadang bisa memberikan hasil foto yang lumayan mengesankan. Sepertinya, untuk tiap objek bisa jadi lebih baik jika dicoba dengan setting berbeda. Jika sebelumnya di taman tadi saya tidak berhasil mendapatkan warna bunga yang ‘keluar’, di kesempatan lainnya hanya dengan sedikit mengutik saturasi, Redmi 4A kadang berhasil memberikan foto yang warnanya lebih memikat. Jangan lupa, warna juga termasuk selera pribadi.
Saya tidak punya referensi pembanding pabrikan lain yang sekelas, namun mungkin bisa disimpulkan untuk kelas harga ini, kamera belakangnya cukup baik asalkan pencahayaan cukup. Untuk kamera depan memang saya tidak banyak mencoba, cuma rasanya lensanya cukup wide jadi selfie bisa sedikit lebih jauh (nggak usah dipasang fotonya ya, malu), dan rasanya resolusi 5 megapixel pun cukup besar. Di sisi fitur video, sama juga, tidak ada catatan istimewa, namun bisa dipakai. Overall, semua soal kamera di hape ini bagi saya sekedar mencukupi. Jangan khawatir, Instagram mu tetap bisa keren.
Kesan Ke Empat: Fatwa ke 8 dari MIUI
Hampir semua pembuat gawai Android membungkus sistem operasi dengan antarmuka khas nya masing-masing. Antarmuka, atau interface, itu lho, yang tampil di layar dan memandu kita menggunakan peranti. Walau sama-sama pakai Android versi X, dari merek ke merek beda tampilan dan cara memakai ya karena ini, masing-masing pabrikan punya antarmuka, user interface atau ‘UI’ sendiri. Nah, Xiaomi dari dulu sangat mengangkat dan membanggakan UI khasnya, yang namanya MIUI. Saya pertama berkenalan dengan MIUI di Redmi 2 Prime, 2 tahun lalu. Waktu itu kesan saya adalah, bagus, sangat terancang dan rapi, tapi di beberapa hal justru tidak intuitif, alias mesti belajar dulu. Saat itu, sementara saya menyukai hardware Xiaomi, bagi saya MIUI overrated. Ini yang membuat saya skeptis waktu akan mulai memakai Redmi 4A. Ternyata, banyak yang bisa berubah dalam 2 tahun.
Xiaomi Redmi 4A saya menjalankan MIUI versi 8.2.10 yang ternyata menyenangkan dipakai. Jauh lebih nyaman daripada yang dulu. Rasanya, yang belum pernah memakai hape Xiaomi pun tidak akan mengalami hambatan atau kagok memakai antarmuka ini. Antarmuka khas Xiaomi yang membungkus Android Marshmallow ini simple, lincah, dan memberi banyak kemudahan, seperti memberitahu kita jika file sampah sudah terlampau banyak dan menawarkan pembersihan. Ada fitur ‘Second Space’ yang bisa memisahkan hape kita seperti menjadi dua hape berbeda, berguna jika hape sering dipinjam. Lalu ada juga ‘Dual App’, ini memungkinkan pengguna memakai dua akun di satu app, misalnya butuh Whatsapp atau Facebook aktif dengan dua akun berbeda. Lewat MIUI, Xiaomi memang menunjukkan perhatian mereka pada kebutuhan pengguna. Ada sih, satu dua hal memang masih menggelitik, seperti tombol ‘Home’, mestinya membawa kita halaman ‘Home’, namun di MIUI, jika app kita berada dalam suatu folder, menekan ‘Home’ hanya mengembalikan kita ke folder. Selebihnya, saya tetap prefer ada app drawer, namun hal-hal ini ini juga bukan sesuatu yang terlalu krusial. Secara keseluruhan, MIUI sekarang ini melengkapi sisi hardware yang baik dengan pengalaman pemakaian yang memudahkan.
Kesimpulan
Secara mengejutkan, saya sangat betah memakai Redmi 4A. Di luar kameranya yang kurang mengesankan, hape entry level Xiaomi ini sangat menyenangkan dipakai, dan ini sebagian besar kontribusi faktor stamina baterenya. Saya tidak perlu fingerprint lock, tidak juga ngidam body metal, bahkan tidak tmementingkan RAM 2GB yang dibenamkan di hape ini. Terutama untuk hape ke-dua, pada dasarnya yang saya butuhkan adalah Android 4G yang bisa diandalkan, kalau tak harus sedikit-sedikit di-charge pastinya lebih baik. Kesan terbesar Redmi 4A bagi saya memang stamina baterenya. Dampak iritnya batere tidak bisa diremehkan, ia memberikan ketenangan dan keyakinan dalam memakai; bahwa ketika dibutuhkan, hape masih mempunyai daya yang cukup. Di harga Rp 1,4 juta, Redmi 4A patut dipertimbangkan siapapun yang membutuhkan smartphone Android andal dengan budget konservatif. Mencari hape ke dua atau backup phone? Saya berani mengatakan Xiaomi yang satu ini tidak akan mengecewakan.
Ethics Statement:
Perwakilan Xiaomi Indonesia memberikan handset Redmi 4A untuk keperluan ulasan. Tidak ada transaksi, ikatan perjanjian, maupun kewajiban untuk menuliskan apapun, terutama yang bersifat endorsement. Ulasan di blog ini adalah opini pribadi berdasarkan kesan dan pengalaman pemakaian apa adanya.